Kali ini saya mau menceritakan sebuah percakapan singkat dengan seorang kakek berumur 69 tahun. Saya bertemu beliau saat sedang berteduh dipinggir lapangan alun-alun kota sukabumi bersama beberapa teman saya (looh kok saya bisa ada di sukabumi?!.... :D ada kegiatan di sana waktu itu). 

Bermula dari mata, klo biasanya dari mata turun ke hati tapi kali ini berbeda, dari mata naik ke pusat kendali tubuh kita yang biasa kita sebut otak :D. Sang kakek yang  berjalan melintas di depan kami saat itu terlihat terenah-engah sambil membawa termos air panas dan sekotak dagangan asongan yang diselempangkan di bahunya. Teman disamping saya langsung berkomentar, "lihat deh kakek itu, cocok buat diwawancara untuk menceritakan pengalaman hidupnya." Tanpa menunda-nuda lagi saya dan teman saya langsung menghampiri beliau. Meminta waktunya sebentar untuk ngobrol. Dan mengaliralah percakapan kami. Khas orang sunda memang ramah, itupun tercermin dari sikap sang kakek saat menanggapi permintaan kami. Kami berbincang sambil duduk dibawah pohon dipinggir lapangan. Beliau sudah lama tinggal di sukabumi. Beliau berjualan asongan sudah sejak lama, dari satu perempatan ke perempatan yang lain. tidak pernah lelah untuk mencari rizki yang halal dengan peluh keringat sendiri. Beliau bercerita bahwa, beliau hanya tinggal berdua dengan istrinya, istrinya dirumah kadang menerima permintaan bantuan mencuci di rumah tetangga untuk membantu biaya kehidupan sehari-hari. 

Sang kakek berkata walau hasil berjualan sangatlah pas-pasan tapi beliau mashi bisa hidup dari hasil berjualan ini. Beliau tidak memiliki anak kandung, tapi memiliki anak angkat yang sekarang sedang bekerja di bandung dan sudah mapan, beliau tidak mengharapkan balasan apapun dari sang anak, hanya berharap sang anak angkat tersebut bisa menjenguknya sewaktu-waktu. Beliau berkata bahwa sudah sangat lama anaknya tidak pernah mengunjunginya. Miris dan menyedihkan, betapa orang tua tidak pernah berharap lebih pada kita, mereka hanya ingin kita sukses dan sjika kita sukses, kita tidak melupakan mereka. Orang tua tidak akan meminta materi dari anaknya yang mereka inginkan adalah bisa melihat anaknya bahagia dan membuktikannya dengan mengunjunginya dan memberi sedikit perhatian.

Lalu sang kakek bercerita lagi tentang dagangan asongannya. Awalnya beliau tidak punya modal sama sekali, sehingga harus meminjam modal untuk berjualan asongan. Lalu sedikit demi sedikit sisa keuntungan yang didapat di belikan perlengkapan asongan dan dijadikan modal untuk membeli barang dagangan yang kemudian dijual lagi. Hingga akhirnya keuntungan penjualan itu bisa berputar mulus walau dengan cara yang sangat perlahan.
Tetapi beliau sangat bersyukur. Ditengah usia lanjutnya beliau masih diberi kesehatan sehingga masih kuat untuk mencari nafkah dengan cara yang baik dan halal. Beliau berkata saya hidup untuk hari ini. Rizki sudah ada yang mengatur tapi kita tetap harus berusaha mencarinya dengan cara yang baik. Walau sudah tua, beliau tetap semngat mencari sesuap nasi ditengah terik matahari. 

Beliau berpesan, jangalah malu untuk berusaha. Mulailah dari yang kecil. Jika kita yakin yang kita lakuan adalah hal baik dan benar kenapa harus malu. Saya dan teman hanya terdiam sambil meresapi kata demi kata yang disampaikan sang kakek. 
Pembicaraan ini membuat saya tertegun dengan perjuangan sang kakek yang menginspirasi saya, jangan malu untuk mencari rizki jika kita yakin kita melakukannya dengan cara yang halal. Dan satu hal lagi, betapa sangat pantas seorang anak yang telah dibesarkan harus berbakti pada orangtuanya, walau begitu sang kakek tidak pernah menghrap lebih dari anaknya, dan saya pikir begitu pula yang akan orang tua kita lakukan kepada kita.
Sudah sepantasnya kita bisa memberikan bukti bakti yang baik. Dengan cara yang baik, dengan cara kita masing-masing. Karena pada dasarnya, percayalah, walau kasih sayang orang tua sepanjang masa dan tak akan pernah terbalas, tapi para anak pun memendam rasa terima kasih yang sangat besar pula, hanya saja sebagian kami masih terlalu gengsi dan lebih mengedepankan ego. 
Apakah butuh bukti?! ya... bagaimanapun setiap ada sesi curhat tentang orang tua, saat ada moment sharing tentang kesalahan kita pada orang tua, tentang sikap kita pada orang tua, tidak sedikit yang merasa sedih dan bersalah, tidak sedikit yang menitikkan air mata. Saat hati kita masih bisa merasakan sedih itu sudah sebuah bukti bahwa kita menyadari apa yang telah kita lakukan, hanya saja ya.. itu tadi, terlalu gengsi, egois, sombong dan tidak menghormati. Sikap-sikap seperti itu yang akhirnya kita jadikan topeng untuk menutupi perasaan halus kita.

Bagaimanapun berusahalah untuk menjadi anak yang baik sebisa mungkin, sebisa kita, setidaknya sudah kita niatkan dan sudah kita usaahakan semaksimal mungkin.

Semoga Allah melancarkan rizki sang kakek, memberikan kemudahan hidup baginya, bagi saya, dan bagi kita semua amiin .... 
 
Start blogging by creating a new post. You can edit or delete me by clicking under the comments. You can also customize your sidebar by dragging in elements from the top bar.